Manajemen Risiko

Manajemen Risiko
Perseroan berkomitmen mengelola risiko secara konsisten dan berkesinambungan. Manajemen mengidentifikasi risiko, menilai bobot dan memprioritaskan risiko-risiko yang ada selain memilih dan menerapkan pemberian tanggapan terhadap risiko. Manajemen juga menilai potensi biaya dan manfaat dalam berbagai tanggapan terhadap risiko. Untuk risiko terkait kewajiban terhadap regulasi dan kepatuhan, manajemen akan mengutamakan kepentingan para pemangku kepentingan daripada sudut pandang biaya dan manfaatnya.

Secara keseluruhan, risiko utama yang dihadapi Perseroan dalam melaksanakan kegiatan usahanya adalah:

1.  Wabah Penyakit
Pertumbuhan permintaan pasar akan daging unggas yang tinggi dan pengembangan industri perunggasan Indonesia di daerahdaerah dengan tingkat kepadatan yang tinggi menyebabkan adanya ancaman penyebaran penyakit. Hal ini terutama disebabkan oleh perpindahan dan perdagangan unggas hidup yang belum diatur dengan baik. Penyebaran virus penyakit endemik seperti Avian Influenza, Newcastle Disease, dan Infeksi bronkitis akan mudah terjadi dan menjadi salah satu ancaman bagi kinerja usaha Perseroan.

Penyebaran penyakit di tingkat hulu akan menyebabkan pengaruh yang lebih besar di tingkat hilir dan memberikan Risiko kerugian bagi Perseroan.

Sebagai upaya mitigasi dari risiko tersebut, Perseroan terus meningkatan sistem biosekuriti dalam operasionalnya. Selain itu, sebagai perusahaan peternakan yang terintegrasi, Perseroan juga memproduksi vaksin ternak secara khusus melalui PT Vaksindo Satwa Nusantara serta menerapkan sistem biosekuriti yang ketat. Produksi vaksin ternak tersebut memberikan manfaat bagi Perseroan dalam segi efektifitas biaya yang pada akhirnya akan mencegah kerugian secara ekonomis.

2.  Ketersediaan dan Fluktuasi Harga Bahan Baku
Jagung dan kedelai merupakan bahan baku utama bagi Divisi Pakan Ternak. Karena itu, ketersediaan jagung dan kedelai dengan kualitas baik menjadi sangat penting bagi Perseroan. Perseroan juga harus mengantisipasi fluktuasi harga bahanbahan tersebut, terlebih karena harga bahan-bahan baku tersebut masih digolongkan sebagai komoditi internasional. Oleh sebab itu, harga yang ditetapkan mengikuti harga pasar komoditi global. Tak hanya itu, ketersediaan dan harga bahan baku tersebut memiliki ketergantungan pada faktor cuaca, hama penyakit, tingkat produksi, tingkat konsumsi dunia atas produk komoditi, pergerakan tingkat penawaran dan permintaan, serta harga komoditi lain seperti minyak bumi.

Untuk mengantisipasi risiko tersebut, Perseroan telah melakukan berbagai cara. Salah satunya dengan melakukan pendampingan yang intensif kepada para petani lokal agar dapat menghasilkan produk yang berkualitas. Dengan demikian, hasil usaha yang baik dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku produksi. Selain itu, Perseroan juga melakukan investasi dalam bentuk corn dryer yang ditujukan untuk memproses dan menyimpan jagung agar sesuai dengan standar bahan baku sehingga kualitas produk dapat terjaga.

3.  Fluktuasi Nilai Tukar dan Inflasi
Inflasi dan nilai tukar yang semakin sulit diproyeksikan memberikan dampak langsung pada hampir seluruh bidang industri, termasuk Perseroan. Kebutuhan Perseroan untuk mengimpor sebagian kebutuhan bahan baku dalam mata uang asing dan depresiasi nilai Rupiah meningkatkan harga bahan baku menjadi lebih mahal. Di samping itu, harga penjualan produk di pasar domestik turut mengikuti perkembangan harga internasional, yang dapat memberikan lindung nilai secara natural yang terbatas dalam menghadapi fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS. Depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS dalam jumlah besar memberikan dampak negatif terhadap kegiatan operasional dan kondisi keuangan Perseroan. Penyesuaian harga produk dilakukan oleh Perseroan guna memitigasi pelemahan nilai tukar rupiah dan inflasi yang terjadi. Hanya saja penyesuaian tersebut memerlukan waktu tergantung besaran nilai depresiasinya. Selain itu, penurunan nilai rupiah yang tajam ataupun tingkat inflasi yang tinggi akan berpotensi menurunkan daya beli masyarakat, sehingga dapat berakibat pada menurunnya permintaan akan produk-produk yang diproduksi Perseroan.

Sebagai langkah mitigasi dari risiko fluktuasi nilai tukar dan inflasi, Perseroan juga melakukan lindung nilai (hedging), setidaknya dalam jumlah yang disyaratkan oleh Bank Indonesia.

4.  Kompetisi
Kemudahan pembangunan infrastruktur dan rendahnya tuntutan industri atas teknologi yang tinggi membuka gerbang kesempatan yang lebar bagi setiap pendatang baru dalam industri ini. Terkait dengan diperbolehkannya perdagangan bebas tingkat regional dan internasional, kondisi ini pun berlaku sama di kawasan ASEAN, AANZFTA, Pasar Tunggal Eropa dan APEC di era pasar bebas ini. Seluruh negara anggota WTO berkesempatan sama untuk memasarkan produk mereka sepanjang produk-produk tersebut memiliki daya saing dan keunggulan komparatif. Secara fakta pembangunan industri perunggasan nasional menghadapi tantangan global terutama kesiapan daya saing produk perunggasan, dikaitkan dengan jaminan mutu dan kehalalan daging unggas serta jaminan kontinuitas suplai yang sesuai dengan permintaan pasar. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya persaingan yang dapat berakibat pada berkurangnya pangsa pasar dan pendapatan Perseroan.

Dalam mempertahankan posisinya di kompetisi industri, Perseroan tetap mengutamakan mutu produk, menerapkan efisiensi produksi dari hulu ke hilir, dan menjalin hubungan yang baik dengan pelanggan, termasuk memberikan bantuan teknis apabila diperlukan.

Perseroan juga menghadapi risiko fluktuasi harga ayam yang sangat tinggi. Untuk itu, Perseroan terus meningkatkan kinerja dan menambah jumlah Rumah Potong Ayam (RPA). Tujuannya adalah agar ayam tidak dijual dengan harga rendah ke pasar. Produk ayam potong tersebut juga dapat dijadikan produk olahan yang memiliki nilai tambah, sehingga menghindari risiko kerugian sekaligus mempertahankan harga ayam.

Evaluasi Penerapan Manajemen Risiko
Dalam rangka mengembangkan praktek Manajemen Risiko, Perseroan secara berkala dan berkelanjutan terus mengembangkan dan meningkatkan kerangka sistem pengelolaan risiko dan struktur pengendalian internal yang terpadu dan komprehensif serta terintegrasi sehingga dapat memberikan informasi dini tentang adanya potensi risiko yang berpengaruh pada hasil Perseroan, yang untuk selanjutnya mengambil langkah-langkah yang memadai untuk meminimalkan risiko.

Kendati Perseroan belum memiliki Komite Pemantau Risiko, namun Dewan Komisaris Perseroan memiliki kewajiban untuk mengawasi kegiatan pengelolaan risiko yang dilakukan Perseroan dan melakukan penilaian secara berkala dan evaluasi atas efektivitas pengendalian manajemen risiko serta memberikan rekomendasi jika dianggap perlu. Namun, kewenangan atas pelaksanaan dan pengelolaan kerangka kerja manajemen risiko telah diberikan kepada Direksi dan Divisi masing-masing segmen usaha sebagai penanggung jawab pengelolaan manajemen risiko di Perseroan.

Manajemen risiko telah berkontribusi positif dalam proses perencanaan, pengambilan keputusan, dan penguatan penerapan GCG di Perseroan. Sistem manajemen risiko yang diterapkan Perseroan mampu meminimalisasi atau menekan kemungkinan risiko yang akan terjadi.

Penerapan sistem manajemen risiko yang komprehensif, memungkinkan Perseroan secara efektif mengelola risiko sehingga dapat memperhitungkan portofolio risiko dan melakukan tindakantindakan preventif serta untuk memaksimalkan pencapaian laba.

Kembali